Gk7qp1DNYQGDurixnE7FWT3LyBvSK3asrvqSm057
Bookmark

Enam Teori Belajar Pembelajaran Matematika Di Sekolah Yang Harus Diketahui Guru Matematika

Enam Teori Belajar Pembelajaran Matematika Di Sekolah Yang Harus Diketahui Guru Matematika

Calon Guru belajar Enam Teori Belajar Pembelajaran Matematika Di Sekolah Yang Harus Diketahui Guru Matematika. Ada beberapa teori belajar yang bisa diterapkan dalam pembelajaran matematika disekolah. Sebelum kita kepada teori belajar, coba kita catat sedikit tentang dua paradigma pembelajaran, yakni paradigma instruktivisme dan paradigma konstruktivisme.

Paradigma konstruktivisme memandang bahwa matematika sebagai aktivitas manusia (human activity) yang fallible (bisa salah), bukan kumpulan struktur yang benar absulut yang eksternal terhadap manusia. Kebenaran matematika maupun kebenaran obyek matematika harus diwujudkan sebagai hasil konstruksi atau cara mengkonstruk. Ini berarti bahwa konstruksi matematika dibutuhkan untuk menghadirkan kebenaran atau keberadaan sebagai penolakan terhadap cara pembuktian berdasarkan kontradiksi.

Konstruktivisme memegang teguh pendapat bahwa setiap dunia pengalaman bergantung pada konteks dan bersifat unik dan tidak bisa diakses oleh individu lainnya. Jadi dunia pengalaman bukanlah konklusi berdasarkan data-data empirik, tetapi suatu keahusan epistimologi yang apriori (Akbar Suta -wijaya, 2002:357).

Piaget, salah satu tokoh konstruktivisme mengemukakan bahwa perkembangan kognitif bukanlah merupakan akumulasi dari kepingan informasi yang terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksi-an suatu kerangka mental oleh siswa untuk memahami lingkungan mereka, sehingga siswa bebas membangun pemahamannya sendiri (Asikin, 2003:6).

Prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang berpaham konstruktivisme diantaranya sebagai berikut:

  1. Pengertian dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial,
  2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk bernalar,
  3. Siswa aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah,
  4. Guru sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus sesuai dengan kemampuan siswa.

Ciri-ciri pembelajaran matematika secara konstruktivisme, sebagai berikut.

  1. Siswa terlibat secara aktif dalam belajarnya,
  2. Siswa belajar materi matematika, secara bermakna,
  3. Siswa belajar bagaimana belajar itu,
  4. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang telah dimiliki siswa,
  5. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan,
  6. Berorientasi pada pemecahan masalah.

Belajar matematika, tidak sekadar learning to know, melainkan harus ditingkatkan menjadi learning to do, learning to be, hingga learning to live together.

Filosofi pengajaran matematika perlu diperbaruhi secara mendasar menjadi pembelajaran matematika. Terjadi pergeseran paradigma dalam proses pembelajaran matematika, yaitu:

  1. Dari teacher centered menjadi learner centered,
  2. Dari teaching centered menjadi learning centered,
  3. Dari content based menjadi competency based,
  4. Dari product of learning menjadi process of learning,
  5. Dari summative evaluation menjadi formative evaluation.

TEORI BELAJAR UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA


TEORI BELAJAR PIAGET

Manusia tumbuh beradaptasi dan berubah melalui perkembangan fisik, kepribadian, emosional, kognitif, berpikir dan bahasa. Pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar tergantung pada seberapa jauh anak berinteraksi dengan lingkungan (Sofianto A N, 2003:6).

Perkembangan kognitif manusia melalui 4 (empat) tahap secara berurutan, yakni:

  1. tahap sensori motorik,
  2. tahap pra-operasional,
  3. tahap operasi kongkrit, dan
  4. tahap operasi formal.

Menurut Piaget, struktur kognitif yang dimiliki seseorang itu karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang. Sedangkan akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru tadi. Informasi dan pengalaman yang disebut pengetahan, menurut Piaget bukanlah suatu klise realitas, melainkan rekonstruksi dari realitas. Adaptasi oleh Piaget, tediri dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.

Perkembangan intelektual dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni:

  • Kematangan merupakan proses pertumbuhan psikologis dari otak dan sistem syarat.
  • Transmisi sosial.
  • Penyetimbang (equillibrition) merupakan proses adanya kehilangan stabilitas di dalam struktur mental sebagai akibat pengalaman dan informasi baru dan kembali setimbang melalui proses asimilasi dan akomodasi.

TEORI BELAJAR GAGNE

Belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia memodifikasi tingkah lakunya secara permanen, sedemiian hingga modifikasi yang sama tidak akan terjadi lagi pada situasi baru. Kematngan bukanlah belajar, sebab perubahan tingkah laku yang terjadi, dihasilkan dari pertumbuhan struktur dalam diri manusia itu.

Belajar terjadi bila individu merespon terhadap stimulus yang datangnya dari luar, sedangkan kematangan datangnya memang dari dalam diri orang itu. Perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil belajar harus terjadi bila orang itu berinteraksi dengan lingkungan.

Dalam keterampilan intelektual, Gagne mengurut delapan tipe belajar sebagai berikut:

  1. Belajar sinyal/isyarat
  2. Belajar stimulus respon
  3. Belajar rangkaian
  4. Belajar asosiasi
  5. Belajar diskriminasi
  6. Belajar konsep
  7. Belajar aturan
  8. Belajar pemecahan masalah

TEORI BELAJAR AUSUBEL

Belajar dikatakan bermakna (meaningfull) bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya sehingga dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Entitas fakta dan generalisasi lebih siap dipelajari dan diserap oleh siswa bila fakta-fakta dan generalisasi itu dikaitkan ke kerangka yang lebih inklusif dari pengetahuan yang bermakna. Hierarkhi Ausubel dari yang lebih inklusif ke yang sederhana.

Kegiatan belajar dengan peneluan maupun dengan ceramah, dapat menghasilkan belajar bermakna bagi siswa. Untuk mengajarkan konsep persamaan kuadrat, harus disiapkan dahulu pengertian persamaan sebagai konsep yang lebih inklusif dalam struktur kognitif siswa, agar belajar menjadi bermakna.

Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan struktur kognitif dan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa tersebut. Perlu dibedakan antara struktur kognitif siswa dan tahap perkembangan intelektual siswa.


TEORI BELAJAR POLYA

Polya sangat mendukung terhadap pembelajaran menggunakan pemecahan masalah. Menurut Polya, dibedakan antara 1) masalah ”menemukan”, dan 2) masalah "membuktikan".

a. Pengetian masalah.
Suatu situasi adalah masalah bagi seseorang, jika ia sadar akan situasi itu, tahu bahwa hal itu membutuhkan suatu tindakan, ia mau dan perlu bertindak dan melakukan tindakan dan situasi tu tidak segera dapat dislesaikan dengan aturan/ cara tertentu. Jadi tidak setiap situasi atau soal/ persoalan merupakan masalah. Masalah adalah persoalan yang khusus. Suatu persoalan dikatakan masalah, jika memenuhi kriteria sebagai berikut.

  1. Tidak dimilikinya aturan/cara yang segera dapat digunakan untuk menyelesaikannya, artinya tidak dapat dikerjakan dengan prosedur rutin
  2. Tingkat kesulitannya sesuai dengan struktur kognitif
  3. Ada kesadaran untuk bertindak menyelesaikan

b. Langkah-langkah pemecahan masalah.
Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya, sebagai berikut.

  1. Memahami masalah.
  2. Merencanakan penyelesaian,
  3. Menyelesaikan masalah,
  4. Melakukan pengecekan.

Ada 5(lima) langkah umum dalam model pemecahan masalah, yaitu:

  1. Menyajikan masalah dalam bentuk umum,
  2. Menetapkan masalah dalam bentuk yang lebih operasional,
  3. Merumuskan kemungkinan hipotesis dan prosedurnya,
  4. Menguji hipotesis dan prosedur menuju suatu penyelesaian masalah.
  5. Menganalisis dan menguji penyelesaian pemecahan masalah.

TEORI BELAJAR BRUNER

Brunner mengemukakan teori konektivitas, yang menyatakan bahwa kegiatan belajar suatu konsep, struktur, dan keterampilan dapat dihubungkan dengan konsep dan struktur lain. Belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur (Herman Hudoyo, 1998:58).

Peserta didik harus menemukan keteraturan dengan cara memanipulaso material yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki peserta didik.

Menurut Brunner, perkembangan mental siswa mengalami 3 (tiga) tahap, yakni:

  1. Tahap enactive, yakni tahap memanipulasi obyek langsung.
  2. Tahap ikonic, tidak memanipulasi langsung obyek, melainkan dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek
  3. Tahap simbulik, tahap memanipulasi simbul-simbul, tak perlu mengkaitkan secara langsung dengan obyek.

Brunner, mengemukakan 4 (empat) teori/teorema belajar, yakni:

  1. Teorema Konstruksi,
  2. Teorema notasi,
  3. Teorema perbedaan dan variasi,
  4. Teorema konektivitas.

TEORI BELAJAR VIGOTSKY

Pembelajaran terjadi apabila siswa belajar atau bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas itu masih berada dalam zone of proximal development, yaitu kawasan tingkat perkembangan struktur kognitif seseorang saat ini.

Catatan tentang Enam Teori Belajar Pembelajaran Matematika Di Sekolah Yang Harus Diketahui Guru Matematika di atas agar lebih baik lagi perlu catatan tambahan dari Anda. Untuk catatan tambahan atau hal lain yang perlu diketahui admin, silahkan disampaikan dan contact admin 🙏 CMIIW.

JADIKAN HARI INI LUAR BIASA!
Ayo Share (Berbagi) Satu Hal Baik.
Tak ada yang lebih membuat murid gembira selain berhasil mempelajari sesuatu. Dan tak ada yang membuat seorang guru gembira selain menemukan cara untuk mengajari muridnya.
Andrea Hirata